Peninggalan Zaman Mesolitikum

Peninggalan Zaman Mesolitikum - Apa itu zaman mesolitikum? Bagaimana corak hidup dan peninggalan di zaman tersebut? Inilah yang akan kita bahas. Zaman mesolitikum juga dikenal sebagai zaman Batu Madya atau Batu Pertengahan. Setelah dalam penelitian, kita dapat memahami bagaimana hidup manusia pada zaman ini. Zaman mesolitikum terjadi antara 10.000-5.000 SM dan dipimpin oleh Homo Sapiens.

Di Asia Tenggara, zaman ini dikenal juga sebagai zaman Haobinhian. Kebudayaan pada zaman mesolitikum lebih maju dibandingkan dengan zaman paleolitikum. Beberapa bukti kebudayaan masa lalu bisa ditemukan di beberapa daerah di Indonesia seperti Kalimatan, Sumatera, Jawa, Flores, dan Sulawesi. Ini menunjukkan bahwa zaman mesolitikum sudah berkembang di Indonesia.

Peninggalan dari Zaman Mesolitikum

Peninggalan yang terkenal dari zaman mesolitikum adalah perkembangan dari kebudayaan abris sous roche dan kjokkenmoddinger. Perbedaan utama antara zaman mesolitikum dan paleolitikum adalah manusia purba pada zaman mesolitikum lebih suka tinggal di pinggir pantai dan sungai. Mereka memilih tinggal di tempat tersebut agar dekat dengan sumber air dan makanan laut yang cukup. Berikut adalah beberapa hasil budaya dari zaman mesolitikum.

1. Abris Sous Roche

Pada zaman Mesolitikum, manusia purba menggunakan gua sebagai tempat tinggal yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Gua digunakan sebagai perkampungan dan di sana mereka meninggalkan peninggalan kebudayaan mereka. Kebiasaan manusia purba yang tinggal di gua ini disebut Abris Sous Roche. Kebudayaan ini kemudian berkembang menjadi kebudayaan Toala dan kebudayaan Tulang Sampung.

Corak kehidupan dan peninggalan manusia purba di zaman Mesolitikum

Peninggalan Zaman Mesolitikum

Sampai akhir abad ke-19, kebiasaan hidup di gua masih ditemukan pada gua-gua di Lamoncong, Sulawesi Selatan. Suku Toala adalah salah satu suku yang masih mempraktikkan kebiasaan ini. Masyarakat Toala meninggalkan banyak alat dari tulang, flake, dan serpih bilah. Serpih yang ujungnya tajam digunakan untuk menusuk dan membuat lubang, seperti pada kulit. Di gua juga ditemukan lukisan seperti lukisan babi hutan dan cap tangan.

Sementara, kebudayaan Tulang Sampung ditemukan pada tahun 1928-1931 oleh Von Stein Callenfels, seorang peneliti pertama di Gua Lawa, dekat Sampung, Ponorogo, Jawa Timur. Dalam penelitian ini, ditemukan berbagai peralatan dari batu seperti flake, ujung panah, kapak yang sudah terasah, batu penggilingan, tanduk rusa, dan alat-alat dari tulang. Karena mayoritas penemuan adalah peralatan tulang, maka kebudayaan ini dinamakan Sampung Bone Culture."

2. Pebble dan Pipisan

Pada tahun 1925, Von Stein Callenfals melakukan penelitian di sebuah bukit kerang dan menemukan sejumlah kapak genggam. Kapak tersebut dikenal dengan nama pebble atau kapak Sumatera. Kapak ini berbeda dari kapak genggam yang ditemukan pada zaman Palaeolitikum yaitu chopper. Selain kapak genggam, ditemukan pula alat bernama pipisan yang merupakan kapak pendek berbentuk setengah lingkaran.

Peninggalan Zaman Mesolitikum

Pipisan adalah alat penggiling dari batu bata yang digunakan oleh manusia purba untuk menggiling makanan dan menghaluskan cat merah sebagai pewarna. Cat merah ini juga digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan (religi). Alat pipisan banyak ditemukan di daerah Sumatera Utara, serta beberapa tempat lain seperti Sampung, Ponorogo, Bukit Remis Aceh, dan Gua Prajekan Besuki.

3. Kjokkenmoddinger

Apa itu Kjokkenmoddinger? Kjokkenmoddinger adalah tumpukan kerang dan cangkang siput yang menggunung yang ditemukan pada zaman Mesolitikum. Peninggalan ini ditemukan di Pantai Timur Laut Sumatera, antara Medan dan Langsa di Aceh. Pada zaman ini, manusia purba suka tinggal di tepi pantai dan memakan kerang dan siput sebagai makanannya. Rumah mereka didirikan di atas tonggak untuk menghindari diterjang oleh ombak.

Setelah bahan makan diambil, kulit kerang dan siput terbuang dan terkumpul dalam waktu yang lama menjadi bukit. Bukit-bukit inilah yang disebut kjokkenmoddinger. Kata tersebut berasal dari bahasa Denmark, yaitu "kjokken" yang berarti dapur dan "modding" yang berarti sampah. Oleh karena itu, kjokkenmoddinger secara harfiah berarti sampah dapur.

Demikianlah, ini adalah uraian tentang Zaman Mesolitikum Manusia Purba, semoga bermanfaat.

You may like these posts